WELCOME TO BUDDHISM NETWORK Buddhism Network: Catatan Penulis

Catatan Penulis

Namo Buddhaya,
Salam sahabat Buddhis Indonesia.
Halaman inin berisikan tentang semua catatan penulis dan kegiatan penulis dari hari ke hari, mulai dari Info-info Buddhis yang lagi populer dan lain-lain.
Selamat membaca.

Kamis, 29 September 2011
Namo Buddhaya,
Salam sahabat Buddhis.
     Hari yang panjang, terlalui dengan sendirinya, tanpa perkara yang pasti. Buddhism Network pastinya akan memberikan banyak informasi kepada kalian semua, dengan penuh perhitungan bahan yang baik dan pastinya update.. so, apa lagi kelanjutannya?? kita temui dan kita baca bersama dalam postingan-postingan yang akan disajikan. selamat membaca dan selamat mengambil manfaat.


Sabbe Sattabhavantu Sukkhitatta.
Semoga Semua Makhluk Berbahagia.
Sadhu..Sadhu..Sadhu..



Selasa, 27 September 2011
Namo Buddhaya,
Salam sahabat Buddhis.
      Hari ini, Buddhism Network mulai mengupdate lagi berita-berita dan informasi tentang perkembangan Buddhism, setelah 6 bulan tidak kembali ke hadapan para bloger sekalian. Semoga dengan aktifnya lagi blog ini, informasi yang Buddhism Network berikan akan bermanfaat bagi wawasan kita semua.

Sabbe Sattabhavantu Sukkhitatta.
Semoga Semua Makhluk Berbahagia.
Sadhu..Sadhu..Sadhu..


Jum'at, 11 Feb 2011
Namo Buddhaya,
salam sahabat Buddhis.

            Hari ini suasana di kota ku sangat cerah memberikan kesejukan dan kedamaian yang dalam, aku ingin berbagi sesuatu pada sahabat Buddhis.

Dhammapada
BAB III. CITTA VAGGA – Pikiran

(37) 
Pikiran itu selalu mengembara jauh, tidak berwujud, dan terletak jauh di lubuk hati. 
Mereka yang dapat mengendalikannya, akan bebas dari jeratan Mara.

Dhammapada Atthakatha :

Kisah Sangharakkhita Thera

Suatu hari, tinggallah di Savatti, seorang bhikkhu senior yang bernama Sangharakkhita. Ketika saudara perempuannya melahirkan anak laki-laki, dia memberi nama anaknya sesuai nama Sangharakkhita, belakangan anak itu dikenal dengan nama Sangharakkhita Bhagineyya. Keponakan Sangharakkhita, setelah tiba waktunya, juga memasuki pasamuan sangha.

Ketika bhikkhu muda tsb tinggal di suatu vihara desa, ia diberi dua buah jubah, dan ia bermaksud memberikan satu jubah kepada pamannya, Sangharakkhita Thera. Setelah masa vassa berakhir, bhikkhu muda itu pergi ke pamannya untuk memberi hormat kepadanya dan memberikan jubah. Tetapi pamannya menolak untuk menerima jubah itu, dan berkata bahwa ia sudah mempunyai cukup. Walaupun bhikkhu muda mengulangi lagi permintaannya, pamannya tetap tidak mau. Bhikkhu muda itu menjadi berkecil hati dan berpikir karena pamannya begitu tidak sudi berbagi dengannya, akan lebih baik baginya untuk meninggalkan pasamuan Sangha dan hidup sebagai seorang perumah tangga.

Sejak saat itu, pikirannya mengembara dari pikiran yang satu ke pikiran yang lain. Ia berpikir bahwa setelah meninggalkan pasamuan Sangha, ia akan menjual jubahnya dan membeli seekor kambing betina; kambing betina itu akan segera melahirkan anak dan ia akan mempunyai uang cukup untuk menikah; istrinya akan melahirkan seorang anak laki-laki. Ia akan membawa istri dan anaknya dengan sebuah kereta kecil untuk mengunjungi pamannya di vihara. Dalam perjalanan, ia berkata bahwa ia akan menggendong anaknya. Tetapi istrinya berkata kepadanya agar ia mengendarai kereta saja dan jangan sibuk mengurusi anak. Ia kemudian akan bersikeras dan merebut anak dari istrinya; sewaktu terjadi perebutan, anak itu akan terjatuh dan terlindas roda kereta. Dia akan menjadi sangat marah dan akan memukul istrinya dengan cemeti.

Pada saat itu ia sedang mengipasi pamannya dengan kipas daun palem dan dengan tidak sengaja memukul kepala pamannya dengan kipasnya. Sangharakkhita tua mengetahui pikiran bhikkhu muda itu dan berkata, "Kamu tidak sanggup menghajar istrimu; mengapa kamu menghajar seorang bhikkhu tua?" Sangharakkhita muda sangat terkejut dan malu atas kata-kata bhikkhu tua itu. Ia juga menjadi sangat ketakutan dan kemudian melarikan diri. Bhikkhu-bhikkhu muda dan para samanera di vihara itu mengejarnya dan akhirnya membawanya kehadapan Sang Buddha.

Setelah diceritakan kejadiannya, Sang Buddha berkata bahwa pikiran memiliki kemampuan untuk memikirkan suatu objek walaupun obyek itu amat jauh, dan seseorang seharusnya berusaha keras untuk bebas dari belenggu lobha, dosa, dan moha (keserakahan, kebencian, dan kebodohan/kegelapan batin).

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut ini:

"Dūrangamaṃ ekacaraṃ asarīraṃ guhāsayaṃ
ye cittaṃ saññamessanti mokkhanti mārabandhanā"

Pikiran itu selalu mengembara jauh,
tidak berwujud, dan terletak jauh di lubuk hati.
Mereka yang dapat mengendalikannya,
akan bebas dari jeratan Mara.

Bhikkhu muda mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah khotbah Dhamma itu berakhir.